.
PAMEKASAN, KOMPAS.com - Puluhan petani garam Desa Pandan, Kecamatan Galis, Pamekasan, Madura, Jawa Timur, menolakuntuk membayar sewa lahan garam yang sudah digarapnya sejak tahun 2002 lalu. Pembayaran seharusnya diberikan kepada PT Garam (Persero) sebesar Rp 600 ribu, per petak. Permintaan sewa PT Garam terhadap petani sangat tidak beralasan. Pasalnya lahan seluas 72 hektar itu, sudah diredistribusikan oleh Pemerintah setempat kepada penggarap tahun 2002 lalu. "Sepeser pun kami tidak akan membayar sewa karenalahan ini milik kami," kata Said Abdullah, didampingi puluhan petani, Rabu (1/6/2011). Jika fakta
Anda out-of-date, bagaimana yang mempengaruhi tindakan dan keputusan? Pastikan Anda tidak membiarkan slip
informasi penting oleh Anda.
Menurut Said, sebelum lahan menjadi areal pegaraman, wilayah tersebut merupakan lahan mati yang dipenuhi dengan pohon bakau dan sungai. Diakui, lahan tersebut merupakan warisan nenek moyang para petani desa setempat yang bukti sertifikatnya bergambar kepala singa saat negara ini dikuasai oleh Belanda. Namun lahan itu kemudian dikuasai oleh Pemerintah setelah Belanda meninggalkan Indonesia. "Redistribusi itu sudah berdasarkan keputusan Pemerintah pusat dan PT Garam sudah mengetahuinya. Kenapa kemudian hari ini kami diminta sewa?" ujarnya. Peteani telah menghabiskan dana yang besar untuk membuka lahan tersebut menjadi ladang garam. "Karena lahannya masih belum berpetak-petak, makan kami mulai menggarap dengan menghabiskan ratusan juta, karena harus mendatangkan alat-alat berat dari luar daerah," tambahnya. Puluhan petani berjanji akan terus menggarap lahan tersebut sampai turun temurun. "Kami akan tetap mempertahankan tanah ini meskipun nantinya kami harus berhadapan dengan aparat pemerintah," kata Agus, salah satu petani garam lainnya.
Anda out-of-date, bagaimana yang mempengaruhi tindakan dan keputusan? Pastikan Anda tidak membiarkan slip
informasi penting oleh Anda.
Menurut Said, sebelum lahan menjadi areal pegaraman, wilayah tersebut merupakan lahan mati yang dipenuhi dengan pohon bakau dan sungai. Diakui, lahan tersebut merupakan warisan nenek moyang para petani desa setempat yang bukti sertifikatnya bergambar kepala singa saat negara ini dikuasai oleh Belanda. Namun lahan itu kemudian dikuasai oleh Pemerintah setelah Belanda meninggalkan Indonesia. "Redistribusi itu sudah berdasarkan keputusan Pemerintah pusat dan PT Garam sudah mengetahuinya. Kenapa kemudian hari ini kami diminta sewa?" ujarnya. Peteani telah menghabiskan dana yang besar untuk membuka lahan tersebut menjadi ladang garam. "Karena lahannya masih belum berpetak-petak, makan kami mulai menggarap dengan menghabiskan ratusan juta, karena harus mendatangkan alat-alat berat dari luar daerah," tambahnya. Puluhan petani berjanji akan terus menggarap lahan tersebut sampai turun temurun. "Kami akan tetap mempertahankan tanah ini meskipun nantinya kami harus berhadapan dengan aparat pemerintah," kata Agus, salah satu petani garam lainnya.
. OK, mungkin bukan pakar. Tapi Anda harus memiliki sesuatu untuk membawa ke meja waktu berikutnya Anda bergabung dengan diskusi tentang
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar