KAIRO, KOMPAS.com " Kelompok orang bersenjata pisau dan kapak menyerang ratusan aktivis pro-demokrasi di Alun-alun Tahrir, Kairo, Mesir, Rabu (9/3/2011). Bentrokan dengan pelemparan batu masih terjadi ketika wartawan AFP tiba di lokasi kejadian. Sementara para aktivis mengumpulkan pentungan dan batu untuk membela diri dari massa penyerang yang mendukung mantan Presiden Hosni Mubarak. "Beberapa jam lalu para penjahat pro-Mubarak menyerang kami dan berusaha memasuki Tahrir, tetapi kami bisa mendesak mereka mundur dengan pentungan dan batu. Kami khawatir mereka akan kembali," kata Mouez Mohammed, seorang militan muda. Alun-alun Tahrir adalah pusat simbol pemberontakan bulan lalu yang mendongkel Mubarak dari kekuasaan, dan ratusan aktivis pro-demokrasi masih tetap berkemah di sana untuk mempertahankan tekanan terhadap rezim militer yang menggantikannya. "Ratusan orang yang membawa pisau dan pedang memasuki Tahrir," kata televisi pemerintah, dan tayangan televisi pun menunjukkan batu-batu yang dilemparkan dan ratusan aktivis terlihat kocar-kacir mencari tempat berlindung. Saya percaya bahwa apa yang Anda telah membaca sejauh ini informatif. Bagian berikut ini harus pergi jauh ke arah membersihkan setiap ketidakpastian yang mungkin tetap.
Pasukan keamanan tidak banyak terlihat di lokasi kejadian, kecuali dua tank militer yang melindungi Museum Purbakala Mesir di ujung utara lapangan itu, di pusat kota Kairo. Bentrokan-bentrokan itu terjadi ketika kabinet yang baru dibentuk bertemu dengan Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata untuk mengajukan rancangan hukum yang mengkriminalisasi penghasutan kebencian, yang bisa mengarah pada hukuman mati, kata televisi pemerintah. Penguasa militer berusaha menciptakan ketenangan di sejumlah front, ketika bentrokan-bentrokan antara warga Kristen Koptik dan Muslim di daerah kelas pekerja Moqattam menewaskan 10 orang dan melukai puluhan lain, kata Kementerian Kesehatan. Keadaan tidak aman setelah polisi ditarik dari jalan-jalan di Mesir selama protes anti-Mubarak, yang memerintah Mesir selama puluhan tahun dengan pemberlakuan undang-undang darurat. Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri pada Jumat (11/2/2011) setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata. Dewan itu mencakup sekitar 20 jenderal yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu. Sampai pemilu dilaksanakan, Dewan Militer Mesir menjadi badan eksekutif negara yang mengawasi pemerintah sementara yang dipimpin perdana menteri.
Pasukan keamanan tidak banyak terlihat di lokasi kejadian, kecuali dua tank militer yang melindungi Museum Purbakala Mesir di ujung utara lapangan itu, di pusat kota Kairo. Bentrokan-bentrokan itu terjadi ketika kabinet yang baru dibentuk bertemu dengan Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata untuk mengajukan rancangan hukum yang mengkriminalisasi penghasutan kebencian, yang bisa mengarah pada hukuman mati, kata televisi pemerintah. Penguasa militer berusaha menciptakan ketenangan di sejumlah front, ketika bentrokan-bentrokan antara warga Kristen Koptik dan Muslim di daerah kelas pekerja Moqattam menewaskan 10 orang dan melukai puluhan lain, kata Kementerian Kesehatan. Keadaan tidak aman setelah polisi ditarik dari jalan-jalan di Mesir selama protes anti-Mubarak, yang memerintah Mesir selama puluhan tahun dengan pemberlakuan undang-undang darurat. Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri pada Jumat (11/2/2011) setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata. Dewan itu mencakup sekitar 20 jenderal yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu. Sampai pemilu dilaksanakan, Dewan Militer Mesir menjadi badan eksekutif negara yang mengawasi pemerintah sementara yang dipimpin perdana menteri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar