KOMPAS.com - Salah satu alat tangkap yang saat ini marak digunakan dalam penangkapan tuna adalah rawai tuna (longline). Alat pancing ini terdiri dari senar panjang yang disebut tali utama dengan ratusan cabang senar pendek yang menuju ke kedalaman air disebut snoods. Setiap snoods dilengkapi dengan mata kail serta umpan. Panjang longline bisa mencapai 100 kilometer dan bisa terdiri dari ratusan snoods. Ini berarti bahwa dalam sekali operasi, longline bisa menjebak ratusan tuna sekaligus. Karena dianggap efektif dan mampu meningkatkan hasil tangkapan, maka jenis pancing ini juga dipakai oleh nelayan di berbagai wilayah di Indonesia. Sejak beberapa tahun lalu, penggunaan rawai menjadi perhatian. Sebabnya, penggunaan rawai tak hanya bisa menangkap tuna, tapi juga spesies lainnya (bycatch), terutama penyu. Data World Wildlife Fund (WWF) Indonesia menyebutkan, setidaknya 4.920-4.980 penyu laut tertangkap ketika nelayan memancing tuna. Ini memprihatikan sebab populasi penyu sendiri kini terus menurun. Ahmad Hafizh Adyas, Fisheries Program Officer WWF Indonesia menjelaskan, banyak penyu tertangkap sebab mayoritas nelayan masih menggunakan mata kail J Hook. Mata kail itu punya ujung tajam sehingga ketika memakan umpan tuna, penyu akan terjebak. Memang, penyu tak selalu langsung mati, tapi mengalami luka yang sangat berpengaruh pada kemampuan survivalnya di alam. Solusi dari permasalahan ini sebenarnya sudah ada. "Sejak tahun 2006, circle hook sudah diperkenalkan di Indonesia. tetapi hingga saat ini belum marak digunakan," kata Hafizh. Circle hook memiliki diameter lebih besar dari J Hook dan ujungnya melingkar sehingga ketika terjebak umpan, penyu mudah melepaskan diri. Keefektifan circle hook telah dibuktikan di beberapa negara. Uji coba di negara Amerika Latin, Jepang, dan Amerika menunjukkan, bycatch penyu menurun dengan penggunaan circle hook. Selain itu, circle hook juga terbukti lebih efektif untuk menangkap tuna. Catch per Unit Effort dari Big Eye Tuna misalnya, lebih tinggi sekitar 30 unit dengan circle hook. You may not consider everything you just read to be crucial information about mobil keluarga ideal terbaik indonesia. But don't be surprised if you find yourself recalling and using this very information in the next few days.
Di Indonesia sendiri, keefektifannya juga telah dibuktikan oleh nelayan PT Nutrindo Fresfood Indonesia yang fokus pada penangkapan Yellowfin Tuna. "Dengan circle hook, hasilnya bagus. malah lebih bagus dari J hook," kata Hartono Tjandrason, direktur industri tersebut saat ditemui Kamis (24/2/11) lalu. Sayangnya, promosi penggunaan circle hook masih menghadapi kendala. Dari sisi nelayan misalnya, Hafizh mengatakan, "Sangat sulit membujuk nelayan untuk memakai circle hook. Biasanya nelayan kurang yakin kalau bukan nelayan lainnya yang mengatakan," paparnya. Dalam hal ini, perlu dukungan untuk mensosialisasikan pada nelayan. Sementara, hambatan yang lebih besar adalah minimnya industri yang memproduksi circle hook. "Saat ini hanya ada 1 produsen circle hook yang ada di Indonesia, ada di Tegal," kata Hafizh. Akibatnya, pasokan circle hook pun terbatas dan diperkirakan takkan mampu memenuhi kebutuhan nelayan jika benar-benar akan diterapkan di seluruh daerah. Sebenarnya, pembuat circle hook tak harus industri besar. "Seperti di Tegal, itu hanya industri rumah tangga. Seperti kita tahu, di Tegal apa saja bisa dibuat, termasuk circle hook. Cuma masalahnya, kapasitas produksinya maksimal 10.000 unit, kira-kira memakan waktu 3 minggu per kali produksi," kata Hafizh. Dengan hal itu, menurut Hafizh, hal yang perlu dilakukan pemerintah adalah memberikan dukungan bagi berkembangnya industri pembuat circle hook. "Pemerintah bisa memberikan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas produksi. Selain itu juga misalnya dukungan kebijakan untuk memudahkan mendapatkan bahan baku circle hook (stainless)," katanya. Jika kemudahan diberikan, selain soal pemenuhan permintaan circle hook nantinya, harga circle hook mungkin juga akan lebih murah. Saat ini, harga circle hook sendiri sebenarnya sudah cukup menarik, hanya selisih Rp 100 dibandingkan dengan J Hook. Circle hook dijual dengan harga Rp 2.600 sementara J Hook 2.500. Selain itu, Hafizh mengatakan bahwa riset pengembangan circle hook sendiri masih diperlukan. "Kelemahan circle hook ini kan hanya efektif digunakan dengan umpan mati, tidak umpan hidup. Sementara J hook bisa digunakan untuk dua-duanya," papar Hafizh. Kalau produk dikembangkan, mungkin permintaan akan lebih besar. Meski "hanya" tentang mata kail yang berbentuk J dan lingkar, namun penggantiannya bisa memberi dampak signifikan pada upaya konservasi penyu dan perikanan berkelanjutan. Penggunaan circle hook diharapkan juga akan meningkatkan kualitas tuna tangkapan, sebab tak hanya kualitas dagingnya saja yang baik, tapi juga ditangkap dengan cara yang ramah lingkungan, salah satu permintaan dunia saat ini.
Di Indonesia sendiri, keefektifannya juga telah dibuktikan oleh nelayan PT Nutrindo Fresfood Indonesia yang fokus pada penangkapan Yellowfin Tuna. "Dengan circle hook, hasilnya bagus. malah lebih bagus dari J hook," kata Hartono Tjandrason, direktur industri tersebut saat ditemui Kamis (24/2/11) lalu. Sayangnya, promosi penggunaan circle hook masih menghadapi kendala. Dari sisi nelayan misalnya, Hafizh mengatakan, "Sangat sulit membujuk nelayan untuk memakai circle hook. Biasanya nelayan kurang yakin kalau bukan nelayan lainnya yang mengatakan," paparnya. Dalam hal ini, perlu dukungan untuk mensosialisasikan pada nelayan. Sementara, hambatan yang lebih besar adalah minimnya industri yang memproduksi circle hook. "Saat ini hanya ada 1 produsen circle hook yang ada di Indonesia, ada di Tegal," kata Hafizh. Akibatnya, pasokan circle hook pun terbatas dan diperkirakan takkan mampu memenuhi kebutuhan nelayan jika benar-benar akan diterapkan di seluruh daerah. Sebenarnya, pembuat circle hook tak harus industri besar. "Seperti di Tegal, itu hanya industri rumah tangga. Seperti kita tahu, di Tegal apa saja bisa dibuat, termasuk circle hook. Cuma masalahnya, kapasitas produksinya maksimal 10.000 unit, kira-kira memakan waktu 3 minggu per kali produksi," kata Hafizh. Dengan hal itu, menurut Hafizh, hal yang perlu dilakukan pemerintah adalah memberikan dukungan bagi berkembangnya industri pembuat circle hook. "Pemerintah bisa memberikan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas produksi. Selain itu juga misalnya dukungan kebijakan untuk memudahkan mendapatkan bahan baku circle hook (stainless)," katanya. Jika kemudahan diberikan, selain soal pemenuhan permintaan circle hook nantinya, harga circle hook mungkin juga akan lebih murah. Saat ini, harga circle hook sendiri sebenarnya sudah cukup menarik, hanya selisih Rp 100 dibandingkan dengan J Hook. Circle hook dijual dengan harga Rp 2.600 sementara J Hook 2.500. Selain itu, Hafizh mengatakan bahwa riset pengembangan circle hook sendiri masih diperlukan. "Kelemahan circle hook ini kan hanya efektif digunakan dengan umpan mati, tidak umpan hidup. Sementara J hook bisa digunakan untuk dua-duanya," papar Hafizh. Kalau produk dikembangkan, mungkin permintaan akan lebih besar. Meski "hanya" tentang mata kail yang berbentuk J dan lingkar, namun penggantiannya bisa memberi dampak signifikan pada upaya konservasi penyu dan perikanan berkelanjutan. Penggunaan circle hook diharapkan juga akan meningkatkan kualitas tuna tangkapan, sebab tak hanya kualitas dagingnya saja yang baik, tapi juga ditangkap dengan cara yang ramah lingkungan, salah satu permintaan dunia saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar