BANDAR LAMPUNG, KOMPAS.com - Provinsi Lampung terancam kehilangan Pulau Sugama I dan Sugama II. Pemilik kedua pulau itu merasa kecewa pada Pemerintah Provinsi Lampung maupun Pemerintah Kabupaten Lampung Timur. Itu sebabnya, Husin Effendi alias Cik Husin, siap-siap mengalihkan status kedua pulau di wilayah timur perairan Lampung itu ke Provinsi Banten. "Sejak 2001 kami memutuskan bergabung dengan Lampung, tak sepeser pun rupiah yang kami dapat. Padahal, setiap tahun Lampung mendapat uang hampir Rp 1 triliun dari dana bagi hasil minyak dan gas bumi. Itu akibat keputusan kami bergabung ke Lampung," sesal Cik Husin seperti diberitakan Tribun Lampung, Jumat (18/2/2011). Husin yang mendatangi kantor redaksi surat kabar itu, menerangkan, sekitar empat mil dari kedua pulau, terdapat sumber minyak dan gas (migas) yang dikelola PT YPF Maxus SES, milik pengusaha China. Kegiatan eksploitasi itu menyebabkan PT Maxus setiap tahun harus menyetor ke pemerintah Indonesia. Dari setoran itu, sebanyak 85 persen untuk pemerintah pusat, dan sisanya 15 persen untuk pemerintah Lampung yang nilainya sekitar Rp 1 triliun per tahun. "Berdasarkan UU Nomor 22, dana 15 persen itu dibagi-bagi. Sebesar tiga persen untuk pemerintah provinsi, enam persen untuk pemerintah Lampung Timur, dan enam persen lagi dibagi rata ke seluruh kabupaten/kota se-Lampung," terang Husin. Husin yang didampingi beberapa ahli waris lainnya, serta juru bicaranya, Richo Tambuse, menjelaskan alasannya soal ahli waris Pulau Sugama I dan II merasa berhak ikut mendapatkan bagian dana bagi hasil. Ia menceritakan, kedua pulau itu semula dimiliki sebuah keluarga dari Banten. Pada 1912, kedua pulau yang masing-masing seluas empat dan lima hektare itu dibeli oleh kakeknya, Abdul Karim. Proses jual-beli dilakukan secara sah dengan dikeluarkannya surat jual beli dan pemindahan kepemilikan pulau oleh De Resident der Lampongsche Districten, 19 Juni 1912. Agar kepemilikan lebih kuat secara hukum, pada tahun 1980, kedua pulau dibuatkan sertifikat. Namun, terus Husin, Pemprov Banten pada tahun 2001 mengajukan surat untuk meminta kejelasan terkait status administrasi kedua pulau kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). The information about mobil keluarga ideal terbaik indonesia presented here will do one of two things: either it will reinforce what you know about mobil keluarga ideal terbaik indonesia or it will teach you something new. Both are good outcomes.
Status kedua pulau akan menentukan titik terluar kedua provinsi. Secara geografis, letak Pulau Sugama memang lebih dekat dengan Banten, yakni hanya 12 mil dari wilayah terluar provinsi jiran tersebut. Sementara jarak kedua pulau ke Lampung mencapai 44 mil. Karena kedua pulau telah disertifikasi, Kemendagri kemudian memberikan hak kepada Husin untuk memilih provinsi mana yang akan menjadi induk Pulau Sugama. "Karena saya putra daerah, maka ketika itu saya memilih Lampung, meski Banten menawarkan kompensasi 25 persen dari dana bagi hasil eksploitasi migas yang dilakukan di perairan sekitar pulau," ungkapnya. Selain itu, sambung Alfian, saat itu dirinya berpikir, PAD yang dihasilkan dari eksploitasi migas tersebut bisa membantu meningkatkan perekonomian Kabupaten Lamtim yang ketika itu baru berdiri. Apalagi, ia juga diiming-imingi bakal diberikan kompensasi yang tak kalah besar dari tawaran Banten. "Tapi sejak disahkan pada tahun 2001 itu, saya tidak pernah mendapat dana serupiah pun. Padahal, Kemendagri sudah mengirimkan surat yang ditembuskan kepada gubernur agar Pemkab Lamtim memberikan kompensasi tersebut," terangnya. "Kami akan memilih masuk ke Banten kalau pemerintah Lampung tetap tidak memberikan kompensasi," tutur Cik Husin. Juru bicara ahli waris Pulau Sugama I-II, Richo Tambuse, menambahkan, pihaknya telah berupaya memperjuangkan dana kompensasi tersebut dengan menemui Pemkab Lamtim, pemprov, maupun DPRD Lampung. Tapi semua upaya itu tidak membuahkan hasil. "Kami akan terus berupaya agar pemerintah memberikan hak Pak Husin. Tapi kalau tidak ada kejelasan, kami mungkin akan berpikir ulang tentang tawaran Banten yang juga menginginkan PAD dari pulau tersebut," tegasnya lagi. Terpisah, Kepala Biro Perlengkapan dan Aset Daerah (BPAD) Lampung Ali Subaidi menegaskan, pihaknya belum bisa memberikan jawaban pasti terkait permintaan Cik Husin tersebut. "Saya belum tahu masalah kompensasi itu. Kalau memang ada, lebih baik pertanyakan dulu kepada Pemkab Lamtim, karena itu kan masuk wilayah mereka," tegasnya. Bahkan, Ali menandaskan, kedua pulau tidak bisa disebut aset daerah. Pasalnya, pulau itu dimiliki secara pribadi. "Kalau aset daerah, tidak bisa disuakakan begitu saja," imbuhnya. (Reza Gunadha)
Status kedua pulau akan menentukan titik terluar kedua provinsi. Secara geografis, letak Pulau Sugama memang lebih dekat dengan Banten, yakni hanya 12 mil dari wilayah terluar provinsi jiran tersebut. Sementara jarak kedua pulau ke Lampung mencapai 44 mil. Karena kedua pulau telah disertifikasi, Kemendagri kemudian memberikan hak kepada Husin untuk memilih provinsi mana yang akan menjadi induk Pulau Sugama. "Karena saya putra daerah, maka ketika itu saya memilih Lampung, meski Banten menawarkan kompensasi 25 persen dari dana bagi hasil eksploitasi migas yang dilakukan di perairan sekitar pulau," ungkapnya. Selain itu, sambung Alfian, saat itu dirinya berpikir, PAD yang dihasilkan dari eksploitasi migas tersebut bisa membantu meningkatkan perekonomian Kabupaten Lamtim yang ketika itu baru berdiri. Apalagi, ia juga diiming-imingi bakal diberikan kompensasi yang tak kalah besar dari tawaran Banten. "Tapi sejak disahkan pada tahun 2001 itu, saya tidak pernah mendapat dana serupiah pun. Padahal, Kemendagri sudah mengirimkan surat yang ditembuskan kepada gubernur agar Pemkab Lamtim memberikan kompensasi tersebut," terangnya. "Kami akan memilih masuk ke Banten kalau pemerintah Lampung tetap tidak memberikan kompensasi," tutur Cik Husin. Juru bicara ahli waris Pulau Sugama I-II, Richo Tambuse, menambahkan, pihaknya telah berupaya memperjuangkan dana kompensasi tersebut dengan menemui Pemkab Lamtim, pemprov, maupun DPRD Lampung. Tapi semua upaya itu tidak membuahkan hasil. "Kami akan terus berupaya agar pemerintah memberikan hak Pak Husin. Tapi kalau tidak ada kejelasan, kami mungkin akan berpikir ulang tentang tawaran Banten yang juga menginginkan PAD dari pulau tersebut," tegasnya lagi. Terpisah, Kepala Biro Perlengkapan dan Aset Daerah (BPAD) Lampung Ali Subaidi menegaskan, pihaknya belum bisa memberikan jawaban pasti terkait permintaan Cik Husin tersebut. "Saya belum tahu masalah kompensasi itu. Kalau memang ada, lebih baik pertanyakan dulu kepada Pemkab Lamtim, karena itu kan masuk wilayah mereka," tegasnya. Bahkan, Ali menandaskan, kedua pulau tidak bisa disebut aset daerah. Pasalnya, pulau itu dimiliki secara pribadi. "Kalau aset daerah, tidak bisa disuakakan begitu saja," imbuhnya. (Reza Gunadha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar