KOMPAS..com - Tak mudah mengelabui Lucia Cahyaningtyas (33) dengan tampilan luar, seberapa pun kerennya. Desainer grafis yang bermukim di Hongkong itu tahu benar tampilan visual sering kali tak terhubung dengan esensi yang hendak dikomunikasikan. Jadinya malah kayak tempelan, gimmick, enggak ada soul, bagus di luar, kosong di dalam, enggak ada esensinya, malah terkesan pura-pura, celoteh Lucy"begitu dia disapa"ramai dan penuh canda. Lucy menengarai berbagai tipe masyarakat dari beragam kebudayaan. Maklum, sepuluh tahun terakhir ini ia bermukim di AS, Inggris, belakangan Hongkong. Demi proses kreatifnya, ia juga bertualang ke banyak negara. Ada yang seneng tampil dan menganggap citra sebagai segala-galanya, tutur Lucy di sela senyumnya yang merekah. Dia mengamati tampilan visual restoran dengan menu makanan tradisional di Jakarta, dari menu sampai interior, seperti kafe-kafe di Soho, New York. Secara estetika, desainnya seru, tetapi enggak nyambung dengan menu makanan, lingkungan, tamu yang datang, dan juga karakter pengelolanya, kata Lucy, sambil melahap croissant, sarapannya pagi itu, di Grha Bima Sena, The Dharmawangsa, Jakarta. Banjir klien
Lucy baru tiba dari Hongkong malam sebelumnya, tiga hari di Jakarta karena kangen rumah dan makanan tradisional, dari soto sulung sampai nasi padang, sebelum terbang ke Bali untuk berlibur. Salah satu kakaknya, Cynthia, terbang dari Singapura untuk menemani. Lumayan escape bentar, kebetulan Mamat sedang ada kerjaan di Perancis, kata Lucy. Mamat adalah panggilan sayang Lucy kepada suaminya, pria asal Perancis, Matthieu Naudy. Beberapa bulan terakhir ini, Lucy mengaku tak cukup istirahat karena klien yang menggunakan jasa Totango Design Studio Ltd mulai banyak sampai harus ditolak. Tampaknya ia tak mau proses kreatifnya terganggu dengan target jumlah klien. Ia yakin proses itu akan menentukan posisinya di tengah persaingan ketat dunia kreatif. Tantangan terbesarnya adalah cara berpikir dan kebudayaan, tak hanya soal bahasa, kata Lucy. Ketika membuat desain promosi perusahaan roti dari Perancis yang mengekspor produknya ke Hongkong, Lucy makin paham kuatnya pengaruh budaya terhadap selera estetika masyarakatnya.
Desain yang disukai pengusaha Perancis tak disukai partnernya di Hongkong. Jadi harus diubah. Selera Hongkong unik, kata Lucy. Meski 156 tahun di bawah kekuasaan Inggris, pengaruh China tetap jauh lebih kuat dibandingkan Eropa. Jadi agak malu-malu untuk ekspresif, lebih terkontrol, kata Lucy. Ini beda sama Singapura yang sangat dinamis dan bergejolak, juga beda dari Thailand yang sangat kuat identitasnya. Kalau Indonesia? Identitas keindonesiaannya kurang, kurang ekspresif. Penghargaan juga kurang. Di sini desainer grafis masih dianggap tukang gambar. Tanda pengenal
Desainer grafis pada dasarnya ahli komunikasi dalam upaya pemasaran suatu produk, baik yang bisa diraba (tangible) maupun yang tak bisa diraba (intangible), seperti ide dan gagasan. Dalam konteks itu, posisi logo sangat penting. Sederhananya, logo adalah identitas yang dikristalisasi ke dalam bentuk visual, ujar Lucy. The more authentic information about mobil keluarga ideal terbaik indonesia you know, the more likely people are to consider you a mobil keluarga ideal terbaik indonesia expert. Read on for even more mobil keluarga ideal terbaik indonesia facts that you can share.
Identitas bukan sekadar nama, tetapi juga harus bisa mengandung karakter, gaya, belief, ideologi, dan cita-cita si pemilik identitas. Dalam pemasaran, identitas berfungsi sebagai tanda pengenal supaya publik tahu siapa si penyampai pesan. Ia punya pengalaman unik terkait hal itu. Waktu kerja di Inggris, ada satu klien yang sepak terjang bisnisnya tidak simpatik. Kayak preman. 'Kadal'. Waktu itu proyeknya bikin personal branding website. Lucy hanya bisa mengingatkan atasan tentang latar belakang calon klien itu. Terus terang aku enggak nyaman ngerjain proyek ini. Atasannya memahami keberatan Lucy, tetapi kontrak telanjur ditandatangani. Kubilang, aku akan sangat profesional, enggak akan bohong atau memanipulasi informasi secara visual. Proposal desain pertama kubikin as it is. Warna-warna di layout yang kupilih cenderung gelap dan suram, foto si tokoh tidak sedang tertawa lebar. Bisa diduga, klien tidak suka. Untungnya, sebelum revisi, dia keburu kena kasus besar, diproses di pengadilan. Otomatis proyeknya berhenti. Aku merasa diselamatkan oleh kejadian. Bosku juga happy karena website-nya enggak sempat terbit dengan nama perusahaan kita di situ. Si Pemimpi
Lucy adalah pemberontak sejak kecil. Tidak tanggung-tanggung, ia membuat nilainya di bidang eksakta kebakaran pada semester II SMA, padahal di semester I sangat bagus. Ia kesal kepada ayahnya, Michael Sumarijanto, yang ingin putri ketiganya"dari empat bersaudara"itu menjadi arsitek seperti dirinya, padahal Lucy ingin menjadi seniman atau bekerja di bidang kreatif. Jiwa seninya sudah menonjol sejak kecil. Ia suka membuat dekorasi atau menggambar kartu untuk dijual. Kalau suntuk aku nggambar apa aja, guruku juga kugambar deh.... Ia memilih masuk A-4, jurusan bahasa, sampai sang ibu, Itet Trijayati, harus menjadi penengah supaya Lucy mau memilih jurusan A-3 sebagai kompromi dengan ayahnya. Aku turuti aja kata mommy meski enggak banget deh kalau soal ngitung-ngitung. Eh, daddy masih juga maksa aku masuk arsitek di UI meski jelas enggak bisa. Ketika memaksa kuliah di Jurusan Grafis Seni Rupa ITB, sang ayah menghukumnya dengan memberi bekal pas-pasan. Aku nginep di rumah teman yang pengin banget masuk Seni Rupa. Aku belajar dari buku dia. Eh, malah aku yang masuk. Lucy membuktikan bahwa ia tidak salah jurusan dengan lulus cumlaude. Sang ayah bangga meski tetap menganggap Lucy gadis kecilnya. Keputusannya belajar lagi ke New York adalah titik balik dalam hidupnya untuk mengejar mimpinya. Kini, ia sudah terbang jauh. Proses kreatifnya disemangati antara lain oleh karya-karya desainer grafis legendaris yang gaya visualnya mengusung aliran minimalisme dan modernisme. Yang tampak simpel, prosesnya sungguh tidak simpel, ujar Lucy yang ingin berbagi ilmu dengan desainer Indonesia agar tak terpaku pada yang mengilat di kulit luar. Hidup bagi Lucy adalah proses kreatif. Bahkan, waktu luangnya. Aku suka main game puzzle, kayak Bejeweled Blitz, Zuma, Unblock Me, dan Puzzle Bubble. Anything... yang bikin otak mikir untuk mecahin puzzle. Kalau bisa rasanya puas... hi-hi-hi.... (Maria Hartiningsih/Frans Sartono)
Editor: Dini Sumber: Kompas Cetak
Lucy baru tiba dari Hongkong malam sebelumnya, tiga hari di Jakarta karena kangen rumah dan makanan tradisional, dari soto sulung sampai nasi padang, sebelum terbang ke Bali untuk berlibur. Salah satu kakaknya, Cynthia, terbang dari Singapura untuk menemani. Lumayan escape bentar, kebetulan Mamat sedang ada kerjaan di Perancis, kata Lucy. Mamat adalah panggilan sayang Lucy kepada suaminya, pria asal Perancis, Matthieu Naudy. Beberapa bulan terakhir ini, Lucy mengaku tak cukup istirahat karena klien yang menggunakan jasa Totango Design Studio Ltd mulai banyak sampai harus ditolak. Tampaknya ia tak mau proses kreatifnya terganggu dengan target jumlah klien. Ia yakin proses itu akan menentukan posisinya di tengah persaingan ketat dunia kreatif. Tantangan terbesarnya adalah cara berpikir dan kebudayaan, tak hanya soal bahasa, kata Lucy. Ketika membuat desain promosi perusahaan roti dari Perancis yang mengekspor produknya ke Hongkong, Lucy makin paham kuatnya pengaruh budaya terhadap selera estetika masyarakatnya.
Desain yang disukai pengusaha Perancis tak disukai partnernya di Hongkong. Jadi harus diubah. Selera Hongkong unik, kata Lucy. Meski 156 tahun di bawah kekuasaan Inggris, pengaruh China tetap jauh lebih kuat dibandingkan Eropa. Jadi agak malu-malu untuk ekspresif, lebih terkontrol, kata Lucy. Ini beda sama Singapura yang sangat dinamis dan bergejolak, juga beda dari Thailand yang sangat kuat identitasnya. Kalau Indonesia? Identitas keindonesiaannya kurang, kurang ekspresif. Penghargaan juga kurang. Di sini desainer grafis masih dianggap tukang gambar. Tanda pengenal
Desainer grafis pada dasarnya ahli komunikasi dalam upaya pemasaran suatu produk, baik yang bisa diraba (tangible) maupun yang tak bisa diraba (intangible), seperti ide dan gagasan. Dalam konteks itu, posisi logo sangat penting. Sederhananya, logo adalah identitas yang dikristalisasi ke dalam bentuk visual, ujar Lucy. The more authentic information about mobil keluarga ideal terbaik indonesia you know, the more likely people are to consider you a mobil keluarga ideal terbaik indonesia expert. Read on for even more mobil keluarga ideal terbaik indonesia facts that you can share.
Identitas bukan sekadar nama, tetapi juga harus bisa mengandung karakter, gaya, belief, ideologi, dan cita-cita si pemilik identitas. Dalam pemasaran, identitas berfungsi sebagai tanda pengenal supaya publik tahu siapa si penyampai pesan. Ia punya pengalaman unik terkait hal itu. Waktu kerja di Inggris, ada satu klien yang sepak terjang bisnisnya tidak simpatik. Kayak preman. 'Kadal'. Waktu itu proyeknya bikin personal branding website. Lucy hanya bisa mengingatkan atasan tentang latar belakang calon klien itu. Terus terang aku enggak nyaman ngerjain proyek ini. Atasannya memahami keberatan Lucy, tetapi kontrak telanjur ditandatangani. Kubilang, aku akan sangat profesional, enggak akan bohong atau memanipulasi informasi secara visual. Proposal desain pertama kubikin as it is. Warna-warna di layout yang kupilih cenderung gelap dan suram, foto si tokoh tidak sedang tertawa lebar. Bisa diduga, klien tidak suka. Untungnya, sebelum revisi, dia keburu kena kasus besar, diproses di pengadilan. Otomatis proyeknya berhenti. Aku merasa diselamatkan oleh kejadian. Bosku juga happy karena website-nya enggak sempat terbit dengan nama perusahaan kita di situ. Si Pemimpi
Lucy adalah pemberontak sejak kecil. Tidak tanggung-tanggung, ia membuat nilainya di bidang eksakta kebakaran pada semester II SMA, padahal di semester I sangat bagus. Ia kesal kepada ayahnya, Michael Sumarijanto, yang ingin putri ketiganya"dari empat bersaudara"itu menjadi arsitek seperti dirinya, padahal Lucy ingin menjadi seniman atau bekerja di bidang kreatif. Jiwa seninya sudah menonjol sejak kecil. Ia suka membuat dekorasi atau menggambar kartu untuk dijual. Kalau suntuk aku nggambar apa aja, guruku juga kugambar deh.... Ia memilih masuk A-4, jurusan bahasa, sampai sang ibu, Itet Trijayati, harus menjadi penengah supaya Lucy mau memilih jurusan A-3 sebagai kompromi dengan ayahnya. Aku turuti aja kata mommy meski enggak banget deh kalau soal ngitung-ngitung. Eh, daddy masih juga maksa aku masuk arsitek di UI meski jelas enggak bisa. Ketika memaksa kuliah di Jurusan Grafis Seni Rupa ITB, sang ayah menghukumnya dengan memberi bekal pas-pasan. Aku nginep di rumah teman yang pengin banget masuk Seni Rupa. Aku belajar dari buku dia. Eh, malah aku yang masuk. Lucy membuktikan bahwa ia tidak salah jurusan dengan lulus cumlaude. Sang ayah bangga meski tetap menganggap Lucy gadis kecilnya. Keputusannya belajar lagi ke New York adalah titik balik dalam hidupnya untuk mengejar mimpinya. Kini, ia sudah terbang jauh. Proses kreatifnya disemangati antara lain oleh karya-karya desainer grafis legendaris yang gaya visualnya mengusung aliran minimalisme dan modernisme. Yang tampak simpel, prosesnya sungguh tidak simpel, ujar Lucy yang ingin berbagi ilmu dengan desainer Indonesia agar tak terpaku pada yang mengilat di kulit luar. Hidup bagi Lucy adalah proses kreatif. Bahkan, waktu luangnya. Aku suka main game puzzle, kayak Bejeweled Blitz, Zuma, Unblock Me, dan Puzzle Bubble. Anything... yang bikin otak mikir untuk mecahin puzzle. Kalau bisa rasanya puas... hi-hi-hi.... (Maria Hartiningsih/Frans Sartono)
Editor: Dini Sumber: Kompas Cetak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar