Sabtu, 30 April 2011

Kami Ingin Tetap Sekolah...

info mutakhir tentang
tidak selalu hal yang termudah untuk mencari. Untungnya, laporan ini mencakup
info terbaru yang tersedia.
KOMPAS.com - Surutnya debit air WadukJatiluhur tidak membuat semangat Ani Aryani (16) bersama enam siswa SMAN 1 Sukasarilainnya asal Kampung Naringgul, Desa Kertamanah, Kecamatan Sukasari,Kabupaten Purwakarta, berkurang. Di balik batuan besar yang mencuat dan sisi waduk yang mengering dan menyisakan lumpur sedimentasi yang tebal, sejak pukul 06.00, mereka menunggu perahu jemputan yang akan mengantarkan mereka menuju sekolah.

Sekitar setengah jam kemudian, perahu berukuran 9 meter x 1, 5 meter pun tiba. Perahu bermesin tunggal berkekuatan80 cc ini adalah satu-satunya alat transportasi andalan yang biasa digunakan Ani dan kawannya setiap pagi menuju sekolah. Bukan karena fasilitas yang mewah, tapi perahu adalah alat transportasi termurah dan tercepat yang bisa mereka gunakan setiap pagi dansore setelah kegiatan belajar mengajar selesai.  

"Kalau surut seperti itu jalannya harus hati-hati. Biasanya kami berjalan di batu yang besar supaya tidak terperosok ke lumpur yang tebal. Sekali terperosok kaki bisa terbenam setengah meter, penuh lumpur pula,"katanya.

Dua tahun terakhir, Ani menjadi salah satu pelanggan perahusekolah. Kondisi geografis rumahnya yang relatif jauh membuat dia memilih menggunakan jasa perahu sekolah.Untuk menempuh perjalanan sejauh 15 kilometer dengan kecepatan sekitar 15 kilometer per jam, Ani ditarik bayaran Rp 2.500 pulang dan pergi. 

"Senang naik perahu ini karena lebih murah,tarifnya 5 kali lipat lebih rendah dariperahu umum. Namun, saat paling menakutkan naik perahu waktu hujan deras atau angin kencang,"kata Ani .

Semangat Kiki Nurhidayat (19), siswa kelas 12,warga Naringgul lainnya pun tidak pernahtenggelammeski dia sering mengalami angin kencang dan guyuran air hujan saat hendak berangkat ke sekolah. Bahkan, dia mengaku sering khawatir kalau sewaktu-waktu perahu oleng dan tenggelam. Namun, selama 3 tahun menjadi pelanggan perahu sekolah, dia belum pernah bolos, kecuali sakit atau ada urusan keluarga.  

"Kami hidup di daerah terpencil.Yang bisa mengubah nasib menjadi lebih baik,ya diri sendiri. Kalau malas, akan selamanya begini. Meski harus menyeberang waduksetiap hari, saya berusaha menjalaninya senang hati. Selama ini, kalaukehujanan yabelajar pakai baju basah di kelas,"ujarnya.  

Sejauh ini, kami telah menemukan beberapa fakta menarik tentang
. Anda mungkin memutuskan bahwa informasi berikut ini bahkan lebih menarik.

 

Jalur air

Perahu menjadi satu-satunya moda transportasi bagi siswa-siswi dari perkampungan di seberang Waduk Jatiluhur, khususnya di Kecamatan Sukasari, untuk mencapai sekolah. Buruknya kondisi jalan dan terputusnya jalur darat di beberapa titik memaksasiswa dan warga daerah itu untuk menempuh jalur air. 

Kalau tidak ada perahu mungkin dua jam sebelum pelajaran dimulai saya harus pergi sekolah. Saya punya keinginan besar untuktetap sekolah. Kalau sudah lulus, saya ingin jadi guru di Kertamanah (pusat KecamatanSukasari),"katanya.

Tetapi, bilaada pilihan antara perbaikan jalan darat atau tetap menggunakan jalur waduk,Kiki mengatakan memilih opsi pertama karena dinilai lebih menguntungkan dan mampu memangkas waktu lebih cepat.Bila menggunakan perahu, dia harus menempuh perjalanan lebih lama karena harus menjemput siswa lainnya. Dari Naringgul - Gunung Bueled - Cibunipasir Kutamanah, perjalanan dengan perahu harus ditempuh selama satu jam.

Tak jarang siswa terlambat masuk ke kelas karena operator perahu sekolah harus mendatangi beberapa lokasi penjemputan siswa sekaligus.Mereka saling menunggu. Biasanya, perahu menuju lokasi penjemputan terjauh, kemudian menyisir tepian waduk dan mendatangi titik-titik penjemputanmenuju ke sekolah.

Hingga kini, setidaknya ada tiga desa di Sukasari yang masih sulit diakses melalui jalur darat, yakni Ciririp, Sukasari, dan Parungbanteng. Dua desa lain di Sukasari, yakni Kutamanahdan Kertamanah yang berjarak sekitar 15 kilometer dari pusat kota Purwakarta, lebih dulu bisa ditembus melalui darat setelah pemerintahmembangun dan memperbaiki jalan, meski di beberapa titik kinimulai rusak lagi.

Sukasari hanya berjarak 90-100 kilometerdari ibu kota Jakarta. Selama puluhan tahun sejak dibangunnya Waduk Jatiluhur tahun 1957-1967, Sukasari selalu tertinggal. Hingga kini, infrastruktur jalan dan jembatan di Sukasari masih saja tertatih. Tetapi, melihat semangat belajar Ani, Kiki, dan siswa-siswi Sukasari lain, daerah itu punya harapan baik di masa depan.

 

Itulah terbaru dari pihak berwenang
. Setelah Anda terbiasa dengan ide-ide ini, Anda akan siap untuk pindah ke tingkat berikutnya.

Tidak ada komentar: