Jumat, 29 April 2011

Paskah dan Orang Keturunan Indonesia

Ketika Anda berpikir tentang
, apa pendapatmu pertama? Aspek mana
penting, yang penting, dan mana yang bisa Anda ambil atau meninggalkan? Anda akan hakim.
CAPE TOWN, KOMPAS.com - Hari Raya Paskah, yang baru saja dilewatkan, memiliki makna berbeda-beda. Jika umat Kristiani memaknai dengan hari kebangkitan Sang Juru Selamat, Yesus Kristus dari kematiannya di liang kubur untuk menebus dosa-dosa manusia di muka bumi, maka bagi para budak di Afrika Selatan - pada zaman perbudakan ratusan tahun yang lalu - memiliki makna berbeda.

Konon, pada masa perbudakan di Afsel, para budak menikmati hari libur di saat Hari Raya Paskah tiba karena para tuan mereka mudik ke kampung halamannya di Eropa. Kebetulan, bulan April di Eropa, memang tengah musim semi. Sedangkan di Afsel, memasuki musim dingin.

Untuk merayakan kebebasan dari pekerjaannya tersebut, mereka berkumpul membuat pesta. Kebiasaan itu hingga kini diperingati generasi mereka, termasuk komunitas Cape Malay dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan atau festival.

Jadi, inti perayaan Hari Raya Paskah bagi komunitas Cape Malay di Afsel bukan semata-mata memperingati hari raya keagamaan, akan tetapi lebih dari itu adalah hari kebebasan!," tutur Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Cape Town, Afsel Sugie Harijadi kepada Kompas, Kamis (28/4/2011) malam.

Jika fakta
Anda out-of-date, bagaimana yang mempengaruhi tindakan dan keputusan? Pastikan Anda tidak membiarkan slip
informasi penting oleh Anda.

Namun, pada masa sekarang, tambah Sugie, Easter Festival atau Festival Paskah yang juga dirayakan di Afsel, akhir pekan lalu, merupakan momentum penting yang senantiasa diperingati oleh para komunitas Cape Malay, baik yang muslim maupun yang non-muslim.

Pasalnya, pada kesempatan tersebut, keluarga yang sudah terpencar, karena perkawinan atau karena pekerjaan, berkumpul kembali untuk mengenang kebiasaan yang diwariskan oleh nenek moyangnya dari generasi ke generasi. Jadi, seperti suasana Lebaran di Indonesia, lanjut Sugie.

Bagi KJRI sendiri, kata Sugie, Easter Festival, tentu tak boleh dilewatkan begitu saja. KJRI di Cape Town ingin mengisi momentum yang bersejarah itu dengan sesuatu yang berharga bagi Indonesia maupun bagi komunitas Cape Malay, dalam upaya mereka menelusuri akar nenek moyangnya di Indonesia. "Untuk itulah didirikan Indonesias Heritage Corner (IHC)," paparnya.

Komunitas Cape Malay adalah komunitas keturunan Indonesia yang sering menyebut dirinya Cape Malay. Menurut Sugie, akar nenek moyang mereka datang dari Indonesia, dan bukan dari Malaysia sebagaimana yang selama ini mereka dengar.

Sebab, kata Malay selalu diasosiasikan dengan Malaysia. Asal usul orang-orang Indonesia yang kemudian menjadi nenek moyang komunitas Cape Malay di Afsel, antara lain disebutkan berasal dari Jakarta (Batavia), Banten, Semarang, Surabaya, Krian, Lombok, Sumbawa, Makassar, Ternate, Tidore dan Aceh.

Pahlawan Nasional Afsel, asal Makassar, Sulwesi Selatan, Syekh Yusuf Al-Makasari Al-Bantani, merupakan bukti asal usul Cape Malay itu.

Sekarang Anda bisa menjadi ahli percaya diri pada
. OK, mungkin bukan pakar. Tapi Anda harus memiliki sesuatu untuk membawa ke meja waktu berikutnya Anda bergabung dengan diskusi tentang
.

Tidak ada komentar: