Minggu, 05 Juni 2011

Bung Karno di Dadaku

Artikel berikut berisi informasi terkait yang mungkin menyebabkan Anda untuk mempertimbangkan kembali apa yang Anda pikir Anda mengerti. Yang paling penting adalah untuk belajar dengan pikiran terbuka dan bersedia untuk merevisi pemahaman Anda jika perlu.
KOMPAS.com - Semangat warna keindonesiaan marak dalam rancangan busana saat ini. Pahlawan bangsa seperti Bung Karno, Bung Tomo, Kartini, juga motif burung Garuda, reog ponorogo, serta batik menghiasi dada kaum muda.

Patriotisme itu sekarang sedang hits. Dan, memang harus begitu. Daripada ke mana-mana kita bangga pakai kaus gambar muka Che Guevara, kenapa enggak wajah pahlawan kita sendiri? tutur Daniel Mananta, pengusung produk fashion lokal Damn! I Love Indonesia.

Patriotisme juga muncul lewat penggunaan unsur etnis, seperti produk mode dari toko Geulis dan www.gantibaju.com. Tokoh-tokoh pewayangan, seperti punakawan, Hanoman, atau reog ponorogo, barong, hingga lambang burung Garuda menghiasi kaus-kaus berbahan katun yang adem.

Dua di antara pendiri www.gantibaju.com, yakni Bima (25) dan Anang (28), mengatakan, mereka memang sengaja mengutamakan unsur keindonesiaan dalam rancangan mereka. Apalagi, bisnis ini memang dibuat dengan niat awal untuk memperluas semangat mengenakan merek lokal di kalangan anak muda. Unsur Indonesia jatuhnya enggak harus tradisional, tapi bisa ngepop, ujar Bima.

Di toko Geulis, yang produknya disediakan untuk perempuan, berbagai batik yang motifnya terkesan ringan didesain menjadi blus atau jaket pendek. Adapun kain tenun dengan warna lembut diubah menjadi rompi yang modis.

Batik untuk clubbing
Konsep batik yang tidak berat itu juga disodorkan Urban Batik yang menjadi tema terbaru koleksi baju buatan anak negeri milik Daniel Mananta, sejak April 2011.

Sesuai pasarnya, yaitu anak-anak muda, produk batik di toko ini tidak terkesan berat. Setiap unsur etnik tidak diambil utuh, melainkan hanya seperti dicuplik, lalu diolah dan dikombinasikan dengan baju-baju berpotongan modern.

Beberapa motif batik, misalnya, merupakan kolaborasi batik dari berbagai daerah, salah satunya motif parang. Motif ini lalu diaplikasikan pada sedikit bagian pundak dan punggung dari kemeja pria putih polos yang berpotongan pas di tubuh, bagian depan jaket, dan sack dress.

Saya memang ingin baju dengan nuansa keindonesiaan tidak harus benar-benar terlihat tradisional, tetapi harus tetap bisa cocok buat clubbing. Batik saya jadikan urban batik, fusion batik, sehingga brand ini saya harapkan jadi urban brand, ujar Daniel, pertengahan pekan lalu.

Setelah Anda mulai bergerak melampaui informasi latar belakang dasar, Anda mulai menyadari bahwa ada lebih banyak
dari Anda mungkin memiliki pikiran pertama.

Koleksi Urban Batik ini dipersembahkan untuk generasi muda sebagai apresiasi terhadap batik yang makin digemari, seiring dengan ditetapkannya batik sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia oleh UNESCO pada tahun 2009. Jadi, siapa bilang batik tidak bisa dipakai untuk clubbing? Dengan kreativitas pembuatnya, batik atau kain tradisional lainnya bisa dikenakan kapan pun, ke mana pun, dan oleh siapa pun.

Etnis-modern
Dipandang sebagai faktor yang bisa menjadi keunggulan produk lokal dibandingkan merek internasional, unsur etnik dipilih banyak perancang busana untuk tema koleksi mereka meski dengan penerjemahan yang berbeda.

Ada yang memakai kain tradisional dari atas hingga ke bawah. Namun, tak sedikit pula yang mengombinasikan dengan bahan dan jenis busana lain agar produk mereka bisa menjangkau konsumen yang lebih luas.

Dalam acara Jakarta Fashion and Food Festival 2011, Mei lalu, Stephanus Hamy, yang selama delapan tahun terakhir konsisten menggali tenun Nusa Tenggara Timur untuk lini utama Hamy Culture, kali ini mencoba merangkul kelas menengah dalam label Earthnic.

Dengan Earthnic, Hamy menunjukkan modernitas kain tradisional dengan memadukan blus dan jaket dari tenun dengan kaus, tank top, celana panjang, atau rok pendek dari bahan denim. Padu padan ini membuat tenun yang lebih sering dikoleksi sebagai kain atau bahkan berfungsi sebagai aksesori rumah berubah menjadi busana bergaya modern.

Hamy menilai, saat ini masyarakat semakin bisa menerima busana bertema etnik, termasuk tenun. Salah satu indikatornya adalah dengan semakin banyak permintaan kemeja, jaket, rok, dan jenis busana lainnya dari bahan tenun.

Sentuhan etnik, tetapi bergaya modern juga dibuat Musa Widyatmodjo yang memakai lurik untuk koleksi terbaru, M by Musa, Carmanita, Ari Seputra yang mengubah sarung menjadi gaun-gaun cantik, Dina Midiani, dan Barli Asmara yang mengubah tenun Makassar menjadi gaun cocktail.

Untuk jenis baju muslim, kain dengan motif etnik juga menjadi pilihan banyak desainer, seperti Merry Pramono yang mengeksplorasi berbagai motif batik, Dian Pelangi yang memakai songket, dan Nieta Handayani yang menggunakan tenun Tarutung. Jadi, tak heran kalau busana muslim Indonesia selalu terlihat lebih modis dibandingkan busana muslim dari negara lain.

Untuk mereka yang tak bisa menjangkau harga produk desainer, tersedia pilihan lebih murah di berbagai pusat belanja kelas menengah. Di area Pusat Batik Nusantara, Thamrin City, misalnya, pengunjung bisa membeli pakaian dengan desain yang mirip karya perancang ternama. Mau jaket batik lawasan yang mirip karya Anne Avantie atau jaket tenun ala Hamy? Semuanya tersedia....

(Nur Hidayati/Sarie Febriane)

Sumber: Kompas Cetak

Anda tidak dapat memprediksi kapan mengetahui sesuatu yang ekstra tentang
akan berguna. Jika Anda belajar sesuatu yang baru tentang
dalam artikel ini, Anda harus file artikel di mana Anda dapat menemukannya lagi.

Tidak ada komentar: